Wednesday, September 2, 2020

FILM PERANG (WAR)

 Judul     :     Rambo (Last Blood)

Meski kulit wajahnya sudah berkerut dan ototnya sudah tak sekuat dulu lagi, John Rambo masih menyisakan trauma masa lalu di kepalanya. Trauma yang menggiring dirinya untuk menyembunyikan fakta dirinya sendiri. John Rambo bukanlah orang baik. Semuanya akan disajikan di dalam film Rambo: Last Blood, seri kelima dari cerita film Rambo.

Kepergian Gabrielle (Yvette Monreal) ke Meksiko adalah awal permasalahan yang muncul. Meskipun punya keluarga yang hangat di Arizona bersama neneknya Carmen Delgado (Paz Vega) dan pamannya John Rambo (Sylvester Stallone), Gabrielle tetap masih penasaran dengan masa lalunya.

Sayang, beribu sayang, nasib Gabrielle tdak menyenangkan di Meksiko. Ia memang menemukan fakta asli tentang sosok Ayahnya. Namun, ia menemukan fakta yang tidak menyenangkan. Gabrielle terlibat tentang hal yang kelam. Ia jadi budak sex bagi para kartel dan polisi korup di Meksiko.

Sudah berhari-hari tak pulang ke Arizona, John Rambo akhirnya bangkit dengan satu alasan. Menemukan kembali keluguan Gabrielle yang menyemangati hidupnya usai menjadi veteran perang. Sayang, semuanya sudah terlalu telat.

Telat bagi Gabrielle, namun belum bagi John Rambo. Seperti apa kisah selanjutnya? Film ini telah tayang pada tanggal 18 September 2019 di bioskop jaringan 21 cinema. Pastikan kamu telah menonton filmnya, bila belum download dengan link dibawah ini.

Film Rambo pertama, kedua dan ketiga oke. Keempat masih oke. Kelima? So-so. Plot yang ditawarkan di dalam film ini terlalu standar dan statis. Masih menyoal trauma John Rambo yang tak henti-hentinya hilang. Ditambah lagi, kepergian seorang wanita muda yang kemudian tak kembali dan menghilang.

Terlalu standar? Terlalu statis? Iya. Film ini seperti cerita film seorang veteran polisi, militer atau intelejen yang kemudian anggota keluarganya diculik dan menuntut balas dendam. Premis yang terlalu statis dan kemudian selesai begitu saja.


Rambo: Last Blood standar. Mungkin ini pilihan yang dihadirkan untuk menyajikan cerita selanjutnya dari seorang veteran perang Vietnam. Namun, masih tetap bisa diterima, mengingat film kelima dari Rambo ini mampu menyajikan sentuhan drama yang yang lebih baik, dan disajikan tanpa bertele-tele.

Tak perlu mengulang roamnsa Rambo atau Gabrielle terllau lama. Penonton sudah digiring pada solusi yang tak pula bertele-tele. Untuk bagian ini, Rambo: Last Blood berada dalam fase yang baik.

Nilai plus film ini juga terlihat di beberapa bagian.  Tak harus diselesaikan dengan action, namun pada kekuatan karakter. Sayang, hanya Sylvester Stallone dan Paz Vega yang mampu memainkan perannya dengan baik. Meskipun begitu film ini masih menyisakan hiburan terbaik.

Hiburan yang akan menggiring penonton dengan hal-hal yang sangat disukai. Seperti melihat John Wick yang hadir dalam kebrutalannya. Bahkan, terbilang sangat brutal untuk seorang veteran perang yang gerakannya sudah sangat lambat dan kerutan wajahnya yang tak bisa diperasi.

Jangna lewatkan sepertiga akhir film ini. Gila!!!! so gila!!!

Tak seperti empat film sebelumnya yang masih terlihat biasa-biasa saja. Rambo: Last Blood menghadirkan pertumpahan darah yang hadir tanpa basa-basi. Dimulai dari bagaimana amarah John Rambo yang sudah tak tertahankan untuk menghabisi Vito dengan cara-cara yang sangat tidak wajar. Mengerikan, brutal, dan tak perlu basa-basi.

Selanjutnya, proses bagaimana seorang veteran perang kemudian menyusun rencana dan taktik pun patut diacungi jempol. Semuanya direncanakan untuk ‘dihabisi’ dengan brutal dan mengerikan. Semuanya menyadarkan penonton bahwa jauh di dalam sana, John Rambo bukanlah orang baik.

Ia tak ada bedanya dengan seorang penjahat yang sedang mencoba menyembunyiikan jati dirinya dan membuat semuanya terlihat baik-baik saja. Sepertiga akhir film ini memperlihatkan semua itu. Tempat tinggalnya yang penuh dengan kedamaian, angin sepoi-sepoi, rumah tua yang tidak terlalu bagus dan kuda-kuda jinak, berganti menjadi ladang pembantaian bagi mayit-mayit yang penuh dosa.

Kepala dipotong, tubuh dihujani paku dan tentu saja bagian organ tubuh lainnya keluar dengan potongan yang terllau kasar. Wajar, karena memang sadis.

Istirahatlah John Rambo

Entah berapa usia John Rambo di film kelima ini. Namun, jika dilihat dari usia asli Sylvester Stallone, ia sudah berusia 73 tahun. Tergolong sangat senior. Ia sudah mencoba untuk bersitirahat menjadi seorang petinju legendaris. Sekarang saatnya, John Rambo menggantungkan busurnya. Ia harus pensiun, berisitrihat dari trauma masa lalunya.

Menggantungkan senapan dan sejumlan bom yang ia simpan di bawah tanah. Bertualang untuk menikmati masa-masa pensiunnya. Tak lagi harus memilih untuk menjadi soerang penjahat atau mencoba orang baik. Karena kita semua sudah tahu, seperti apa seorang John Rambo.

Sylvester Stallone harus melupakan masa-masa jayanya sebagai seorang John Rambo. Ia harus berisitrahat dan kemudian menikmati masa tuanya di sebuah krusi goyang yang berada di depan teras rumahnya. Bertabur rumput-rumput segar, kuda-kuda yang jinak dan cahaya matahari yang sedang cantik-cantiknya.

Bukan lagi bertumpuk pada mayit-mayit dan darah-darah segar atau lusinan bahan peledak di ruang bawah tanah. Ia bukan lagi seorang patriot. Ia hanyalah seorang veteran.


Sumber :
https://id.bookmyshow.com/blog-hiburan/review-film-rambo-last-blood-veteran-brutal-yang-harus-beristirahat/

Download>>>>>

Tuesday, September 1, 2020

FILM ADVOCATE

 Judul     :     Calss Action


Film ini menceritakan seorang bapak dan anak perempuannya, kedua-duanya berprofesi sebagai advocate, dan mereka selalu berseteru dalam kehidupan maupun dalam persidangan karena kasus mereka saling berlawanan mewakili kliennya masing-masing, dan yang pusing adalah ibunya/isterinya.

Bahwa oleh karena itulah perseturan antara mereka anak-beranak ini membawa korban, yaitu ibu kandungnya/isterinya sampai meninggal di areal pengadilan selesai persidangan, karena ibunya meminta agar puterinya mundur saja dalam perkara untuk melawan bapaknya yang sedang ia tangani, namun anak tetap tidak mau mundur.
 
Dengan meninggal ibunya/isterinya bukan membuat mereka berdua semakin mendingin hubungannya, malah semakin runyam dan berlawan terus, sampai suatu saat ceritanya tentang gugatan tentang cedera yang disebabkan oleh mobil yang rusak. Gugatan mengambil dimensi pribadi karena pengacara penggugat yang terluka, Jedediah Tucker Ward (Gene Hackman) menemukan bahwa pengacara pabrikan mobil itu adalah putrinya yang terasing, Maggie Ward (Mary Elizabeth Mastrantonio).

Jedediah Ward adalah seorang pengacara hak-hak sipil liberal yang mendasarkan karirnya pada membantu orang agar tidak ditipu oleh orang kaya dan berkuasa; dia menjalankan prinsip dengan mengorbankan keuntungan, meskipun dia memiliki kebiasaan buruk untuk tidak menindaklanjuti kliennya setelah kasus mereka diselesaikan.

Putri Jed, Maggie, memiliki hubungan yang buruk dengan ayahnya sejak dia mengetahui bahwa dia selingkuh dari ibunya, Estelle (Joanna Merlin), dan sementara dia juga berkarier di bidang hukum, dia telah mengambil rute profesional yang sangat berbeda dengan bekerja untuk firma hukum korporat berkekuatan tinggi dan telah mengadopsi agenda politik untuk kepentingan pribadi.

Jed dipekerjakan untuk membantu mengajukan gugatan terhadap pabrikan mobil besar yang station wagonnya memiliki kecenderungan berbahaya untuk meledak saat berbelok ke kiri, tetapi sementara penelitiannya menunjukkan bahwa dia memiliki kasus yang sangat ketat terhadap mereka, kasusnya menjadi lebih rumit untuknya ketika dia menemukan bahwa Maggie mewakili perusahaan yang dia tuntut.

Pabrikan mobil dalam film tersebut juga menggunakan pendekatan "perhitungan kacang" untuk manajemen risiko, di mana proyeksi aktuaris untuk kemungkinan kematian dan cedera pemilik mobil ditimbang dengan biaya perkakas ulang dan pembuatan ulang mobil tanpa cacat. (tangki bahan bakar meledak) dengan keputusan yang dihasilkan untuk menjaga mobil sebagaimana adanya untuk mendapatkan keuntungan positif dalam jangka pendek.

Bagaimana kisah selengkapnya saksikan saja filmnya dan downlod dengan link dibawah ini.


DOWNLOAD>>>>>


FILM ADVOCATE

Judul : The Judge
Film The Judge bercerita tentang Henry “Hank” Palmer (Robert Downey, Jr), seorang pengacara sukses yang harus kembali ke kampung halamannya, Ia mendapatkan kabar bahwa ibunya meninggal. Hank harus kembali ke kota kelahirannya, Carlinville, Indiana untuk menghadiri pemakaman ibunya. Dalam perjalanan ia teringat masa kecil serta rasa pahit yang membuatnya pergi dari kota tersebut.

Getar ponselnya seketika menunda aksi cergas Henry “Hank” Palmer (Robert Downey Jr.) di sebuah persidangan. Air muka pengacara lihai asal Chicago itu mendadak padam kala mendengar kabar dari saudaranya lewat sambungan telepon. “Ibu meninggal,” kira-kira seperti itu frasa yang terdengar di telinga Hank. Sontak saja, Hank mengangkat tangannya tanda interupsi kepada hakim seraya meminta penundaan sidang lantaran dirinya harus pergi untuk menghadiri upacara pemakaman sang ibunda.

Tapi, penundaan sidang dan kabar kematian sang ibunda bukan satu-satunya persoalan yang harus dia hadapi. Hank harus menerima kenyataan bahwa istrinya berselingkuh dan mengajukan cerai atas dirinya. Belum lagi memikirkan nasib anak perempuannya yang masih berusia sekolah dasar bila perceraian itu benar terjadi. Meskipun sebenarnya, persoalan merawat anak bukan sebuah masalah yang berarti karena baginya harta bukan sesuatu yang pelik. Imbalan dari sejumlah kliennya yang tersangkut masalah hukum dan kemudian dinyatakan bebas sudah lebih dari cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhannya.

Namun begitu, persoalan lain jauh lebih rumit: hubungan antara dirinya dan sang ayah yang berprofesi sebagai hakim. Ya, ayahnya, Hakim Joseph “Joe” Palmer (Robert Duvall) adalah orang yang sangat disegani di Carlinville, Indiana. Hampir semua keputusannya dinilai adil bagi masyarakat. Ketegasannya dalam memutus persidangan membuat para pelaku pelanggaran hukum ngeri dan jera. Tapi ketegasan itu juga yang kemudian merusak hubungan antara Hank dan Joe. Akibat dari keretakan hubungan itu, Hank sudah bertahun-tahun tidak pernah kembali ke kampung halamannya di Carlinville, Indiana. Bahkan dia sempat berjanji tidak akan pernah kembali ke sana. Tapi kabar kematian sang ibunda jelas sebuah pengecualian.

Benar saja, setiba Hank di rumah tempat dia bertumbuh, aura ketegangan masih terasa di sana. Pertemuannya dengan Joe, ayahnya, hanya sebatas jabat tangan. Padahal sejumlah rekan, kerabat, dan tetangganya mendapat peluk hangat dari Joe. Jabat tangan yang terjadi antara Hank dan Joe jelas jauh dari kesan hubungan yang harmonis antara anak dengan ayahnya. Mengapa begitu? Hank sudah bertahun-tahun tidak bersua dengan sang ayah tapi pada satu kesempatan, keduanya seperti tidak memiliki alasan untuk melepas rindu. Tampak seperti ada luka masa lalu yang masih tersimpan.

Perjumpaan dengan Masa Lalu
Berusaha tak mengacuhkan perlakuan sang ayah terhadap dirinya, Hank lebih memilih melepaskan kesedihan atas kematian sang ibunda bersama kakaknya, Glen Palmer (Vincent D’Onofrio) dan adiknya yang menderita keterbelakangan mental, Dale Palmer (Jeremy Strong). Bersama keduanya, Hank berkunjung ke kedai minuman tempat mereka biasa bercengkerama. Seolah kembali ke masa lalu, Hank berbagi-dengar kisah dengan kakak dan adiknya. Bahkan di luar dugaan, Hank bertemu juga dengan mantan kekasihnya semasa sekolah, Samantha Powell (Vera Farmiga).

Perjumpaan dengan Samantha jelas membuat Hank terkejut. Betapa tidak? Hank yang sudah bertahun-tahun tidak pernah datang ke kampung halamannya masih mendapati Sam, panggilan Samantha, bekerja di kedai minuman. Sementara Hank sudah menjadi pengacara profesional di kota besar Amerika Serikat. Tapi semua itu tidak menjadi alasan bagi keduanya untuk menahan kisah. Keduanya pun bahkan larut dalam cerita semasa mereka berdua terpisah jarak. Bahkan Sam seolah masih menyimpan cinta untuk Hank yang kini telah berputri satu.

Tuduhan Pembunuhan
Di tengah penikmatan akan perjumpaannya dengan masa lalu, Hank dikejutkan kabar yang menyatakan ayahandanya terlibat pembunuhan dengan mengendarai mobil seorang diri dalam keadaan mabuk kemudian menabrak seseorang sampai meninggal. Hank tak menyangka ayahndanya yang berusia 72 tahun seorang hakim senior dengan masa kerja 42 tahun ternyata akan dituntut atas kasus pembunuhan, Awalnya, Hank seakan menolak untuk peduli akan kabar tersebut. Itu dilakukan lantaran rasa sakit hati Hank kepada ayahnya yang sampai saat ibunya meninggal masih memperlakukan Hank seperti bukan anaknya. Pertengkaran masih terjadi, kamar tempat Hank biasa tidur semasa kecil telah berubah menjadi gudang dan sikap dingin masih ditunjukkan Joe kepada Hank. Semua itu membuat Hank enggan mempedulikan kabar akan tuduhan pembunuhan terhadap Joe.

Tapi perasaan sayang anak kapada ayahnya senantiasa ada meski kadang tak kentara. Hank memutuskan untuk mencari tahu sebab tuduhan itu dan mengajak Joe bicara. Namun, lagi-lagi, Joe, sang ayah, tidak menganggap Hank, anaknya, sebagai pengacara ulung yang bisa membantunya dari jeratan hukum. Joe malah menunjuk seorang pengacara amatir, C.P. Kennedy (Dax Shepard), untuk menjadi penasihat hukum Joe di persidangan. Padahal, lawan yang akan dihadapi adalah seorang jaksa tangguh, Dwight Dickham (Billy Bob Thornton) dengan Hakim Warren (Ken Howard) yang menjadi pengadilnya. Warren dikenal sebagai hakim yang kerap memberikan putusan yang tanpa kompromi terhadap terdakwa. Namun begitu, keputusan Joe sudah bulat. C.P lah yang menjadi penasihat hukumnya.

Meski keputusan ayahnya jelas mengecewakan Hank, tapi dia tetap hadir dalam sidang perdana sang ayah. Hasilnya, sudah bisa ditebak. Jaksa menilai Joe melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang mantan narapidana dengan cara menabraknya dengan mobil. Penilaian itu didasarkan pada dua alat bukti yang memadai serta ketidaksanggupan penasihat hukum Joe, C.P., dalam menyampaikan argumen penyangkalan. Hakim pun memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan di pengadilan.

Melihat upaya minimal penasihat hukum ayahnya yang amatir, Hank geram. Dia akhirnya meminta paksa ayahnya untuk menambahkan dirinya masuk ke dalam tim penasihat hukum bersama C.P. Perdebatan terjadi di antara mereka. Sang ayah enggan memasukkan nama anaknya lantaran Hank adalah pengacara yang dikenal menggunakan segala macam cara untuk menang di pengadilan. Sementara Joe merupakan hakim yang jujur dan tidak mengenal kompromi terhadap kesalahan terdakwa. Joe tidak mau kasus hukum yang membelitnya malah mengubah penilaian orang akan kejujuran dirinya. Itulah alasan mengapa Joe memilih pengacara amatir yang belum pernah merasakan urusan di pengadilan yang sesungguhnya.

Kesal dengan sikap ayahnya, Hank akhirnya mengultimatum sang ayah dengan memberikan sepucuk surat kontrak bertulis tangan. Isinya: kesediaan Joe untuk memasukkan Hank sebagai tim penasihat hukumnya. Memang mulanya Joe agak sedikit abai dengan ultimatum Hank, tapi seorang ayah, betapa pun kesalnya, tetap menyimpan rasa sayang terhadap si anak. Joe menerima Hank sebagai tim penasihat hukum menemani C.P. Hingga di setiap persidangan, Hank, akhirnya, bisa menunjukkan kepiawaiannya sebagai pengacara ulung asal Chicago.

Misteri yang Terungkap
Lambat-laun, misteri yang terbungkus rapat tetap akan terkuak. Pada sepertiga terakhir film, sejumlah misteri terungkap. Sang ayah, Joe, ternyata mengidap kanker stadium empat sejak lama. Penyakitnya itu kerap kali mengganggu aktivitasnya sebagai hakim. Salah satunya adalah lupa mengingat nama sang juru sita yang telah bekerja lama di pengadilan. Penyakit itu pun ternyata juga baru diketahui seluruh anaknya termasuk Hank. Menjelang hari putusan, penyakit itu semakin terasa memberatkan dan di sinilah sebuah pembelajaran keluarga bisa dipetik.

Tengah malam, Hank mendengar suara seseorang terjatuh di kamar mandi. Seketika itu pula Hank langsung menuju kamar mandi dan mendapati ayahnya tertatih di lantai tengah menuju WC. Melihat kondisi sang ayah, Hank langsung membantu ayahnya berdiri namun sang ayah menolak bantuan. Tapi Hank tetap berkeras membantu hingga sang ayah mengeluarkan kotoran di celana. Hank tetap membantu sang ayah meski sejak masuk kembali ke dalam rumah masa kecilnya, Hank tetap merasa kesal kepada ayahnya. Namun dari sinilah ketegangan di antara mereka mulai mencair.

Selain penyakit kanker, Hank pun akhirnya mengetahui ternyata perempuan muda, Carla Powell (Leighton Meester), yang ia cumbu kala berada di kedai minuman adalah anak Samantha. Awalnya, Hank menduga, perempuan yang baru menempuh kuliah jurusan hukum itu adalah anak kandungnya dari hubungan Sam dengan Hank beberapa tahun lalu. Ternyata di tengah perbincangan hangat antara keduanya, Sam mengatakan bahwa itu adalah anak dari hubungannya dengan Glen, kakak Hank.

Misteri yang tidak kalah mengejutkan adalah pengakuan Joe bahwa dirinya sengaja menabrak mantan narapidana yang tengah mengendarai sepeda hingga tewas. Pernyataan itu diungkapkan menjelang putusan oleh 12 juri. Hal itu jelas memusingkan Hank. Alasan Joe menabrak mantan narapidana itu lantaran Joe kesal dengan kata-kata korban yang mengatakan akan mengencingi kuburan istrinya yang baru saja meninggal. Ditambah lagi rasa sakit hati Joe yang telah memberikan hukuman ringan namun ternyata sang mantan narapidana tetap tidak kunjung tobat. Padahal Joe berharap dengan hukuman ringan yang diperoleh, sang mantan narapidana bisa tobat di usia mudanya.

Di sinilah alasan ketegasan Joe terhadap Hank mulai terkuak. Joe bersikap keras dan dingin terhadap Hank lantaran Joe melihat Hank sama seperti mantan narapidana itu. Hank pernah mendapat hukuman kurungan karena perilaku nakalnya. Tapi kenakalan itu tetap masih tertanam dalam tubuh Hank dalam bentuk menghalalkan segala cara untuk menang di persidangan. Belum lagi kenakalan lain yang salah satunya menyebabkan kakaknya, Glen, kecelakaan dan tidak lagi bisa bermain softball. Padahal Glen mendapat banyak prestasi dari olahraga tersebut. Kini, Glen hanya seorang wirausaha biasa dengan cedera kaki yang tak kunjung sembuh,

Kehormatan Seorang Hakim
Hakim tetaplah hakim. Dia selalu menyatakan kebenaran. Joe tetap mengungkapkan kebenaran di persidangan sehingga dia dihukum empat tahun penjara dengan putusan pembunuhan tidak berencana. Mendengar putusan itu, Hank dan kedua saudaranya merasa iba kepada ayahnya. Hank bahkan lebih sedih lagi karena profesinya sebagai pengacara unggul gagal membebaskan ayahnya dari lilitan hukum. Hank sekaligus juga dikalahkan Jaksa Dwight Dickham dalam perkara hukum.

Tapi hukuman kurungan atas ayahnya tidak berlangsung selama empat tahun, Pada tujuh bulan pertama, sang ayah mendapat pembebasan belas kasihan, Hank menjemput langsung pelepasan Joe dan mengajaknya memancing seperti saat dia masih kecil.

Di tempat pemancingan itulah Joe akhirnya memuji pencapaian Hank yang telah menjadi pengacara profesional. Bahkan Joe menilai Hank sebagai pengacara terbaik. Tapi di sana pula Joe menghembuskan nafas terakhirnya. Di ujung cerita, Hank kembali masuk ke ruang sidang dan merapat menuju kursi hakim. Hank seolah menatap masa depan di kursi tersebut.
 
Sumber :
 
 

Popular Posts